Kamis, 18 April 2013

KARAKTERISTIK PENYALAAN


 
PENYALAAN (Ignition)

Penyalaan merupakan sebuah transisi dari keadaan tidak reaktif ke reaktif oleh karena rangsangan/dorongan eksternal sehingga terjadi reaksi termokimia diikuti dengan transisi yang cepat menopang pembakaran sendiri (Kenneth K. Kuo)
Proses penyalaan biasanya sangat komplek dan melibatkan berbagai kerumitan tahapan secara fisik maupun kimia. Penyalaan merupakan keadaan transien, yang biasanya dipicu beberapa proses pemanasan transien.

Syarat kondisi agar terjadi penyalaan (pembakaran yang baik) dikenal dengan rule of tumb Tiga T :
  • T-temperatur ® cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia dan/atau pirolisis
  • T-turbulensi ® harus cukup tinggi sehingga terjadi pencampuran yang baik bahan bakar dan pengoksidasi, dan panas dapat ditransfer dari media yang telah bereaksi ke media yang belum bereaksi
  • T-Time ® waktu harus cukup agar input panas dapat terserap oleh reaktan sehingga berlangsung proses termokimia
Beberapa parameter yang berpengaruh terhadap proses penyalaan adalah komposisi campuran, tekanan, laju pemberian tekanan, lama pemanasan, total energi yang ada dalam sistem, konsentrasi pengoksidasi, kecepatan aliran konveksi, intensitas dan skala turbulensi, sifat termal dan transport dari material yang dipanaskan, katalis, inhibitor dll. Disamping itu, penyalaan juga tergantung pada geometri ruang dan bahan yang melingkupinya, dan kondisi operasi.

PEMICU PENYALAAN

Pemicu eksternal agar terjadi proses penyalaan dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori :
1.   Energi termal.
Transfer energi termal ke reaktan oleh konduksi, konveksi, radiasi atau kombinasi dari ketiga macam proses tersebut.
2.   Kimia.
Dengan memasukkan agen kimia reaktif.
3.   Mekanik.
Tumbukan mekanik, friksi dan gelombang kejut.

PENYALAAN SPONTAN (spontaneous ignition)

Proses penyalaan disamping disebabkan oleh sumber eksternal seperti spark, pilot flame, dan kawat panas, juga terdapat proses penyalaan yang disebut sebagai penyalaan spontan (kadang-kadang disebut juga penyalaan sendiri, autoignition, atau penyalaan homogen) yang tidak lain disebabkan oleh panas dinding tabung.
Menurut Spalding “Bila campuran reaktif dinaikkan sampai tekanan dan temperatur tertentu, kemudian dibiarkan maka ia akan mulai menyala setelah waktu tertentu”.
Indikator terjadinya penyalaan adalah terjadi kenaikan temperatur yang cepat, emisi sinar tampak (nyala), dan reaksi kimia yang cepat.
 
TEMPERATUR PENYALAAN SPONTAN

Jika bahan bakar dan oksidan dipertahankan pada temperatur ambang, maka dapat terjadi reaksi dengan laju yang sangat lambat, dan campuran tersebut dalam keadaan meta stabil. Setelah temperatur dinaikkan, maka oksidasi lambat dimulai dengan menghasilkan panas sehingga temperaturnya akan meningkat, sepanjang laju panas yang dihasilkan lebih besar dari panas hilang. Jika temperatur campuran dinaikkan lebih jauh maka laju reaksi naik secara tiba-tiba menghasilkan reaksi pembakaran yang cepat. 


        Bahan bakar
Rumus Empiris
Zat Volatil (%)
Temperatur penyalaan
(oC)
  Antrasit
 CH0,4
        3
        600
  Bituminous
 CH0,8
        35
        500
  Char Bituminous
 CH0,3
        2
        550
  Lignit
 CH0,8
        40
        400
  Minyak residu
 CH1,7
        95
        325
  Minyak distilasi
 CH1,9
        98
        275
  Hidrogen
 H2
        100
        580
  Carbon monoksida
 CO
        100
        630
  Metan
 CH4
        100
        690
















Temperatur minimum dimana reaksi pembakaran cepat terjadi disebut temperatur penyalaan spontan atau disingkat menjadi temperature panyalaan saja. Jadi faktor penting yang mempengaruhi temperatur penyalaan spontan adalah keseimbangan antara panas yang dihasilkan oleh pembakaran lebih besar dari panas yang hilang ke lingkungan sehingga proses pembakaran akan terjadi dengan sendirinya.
Temperatur penyalaan bahan bakar di udara sangat bervariasi. Beberapa faktor yang berpengaruh adalah tekanan, kecepatan, keseragaman campuran bahan bakar dan udara dll. Temperatur penyalaan biasanya meningkat apabila tekanan menurun, dan kandungan lengas di udara meningkat.

NYALA DINGIN (COOL FLAME)

Nyala dingin dapat terjadi pada tekanan dan temperatur tertentu (lihat gambar) dimana pada kondisi tersebut pembakaran terjadi tidak sempurna dengan menghasilkan produk antara seperti CO dan CH2O. Nyala dingin juga membutuhkan periode induksi sebelum penyalaan dan karena nyala tersebut menghasilkan panas yang lebih rendah dari nyala normal maka disebut nyala dingin.

TEMPERATUR ADIABATIK

Temperatur adiabatik adalah temperatur teoritis maksimum yang dicapai oleh produk-produk pembakaran bahan bakar tertentu dengan oksigen (atau udara), dengan asumsi tidak ada panas hilang ke lingkungan dan tidak terjadi disosiasi. Panas pembakaran bahan bakar merupakan faktor utama dalam temperatur nyala, tetapi kenaikan temperatur udara dan temperatur bahan bakar juga menyebabkan kenaikan temperatur nyala.
Temperatur adiabatik terjadi pada udara lebih sama dengan nol (kondisi stokiometrik). Udara lebih tidak terlibat (secara teoritis) dalam proses pembakaran, dan hanya menyebabkan reduksi temperatur produk-produk pembakaran.

Temperatur adiabatik ditentukan dari entalpi adiabatik gas buang :

Hg = HHV – Panas laten air + Panas sensibel udara
                                    Berat gas buang

Dimana :
Hg = entalpi adiabatik, Btu/lb

Temperatur adiabatik merupakan temperatur teoritis yang pada kenyataannya tidak akan tercapai (selalu lebih rendah) oleh karena :
1.  Pembakaran tidak terjadi seketika. Sebagian panas menghilang ke lingkungan dimana pembakaran terjadi. Pembakaran yang cepat akan mereduksi kehilangan panas. Akan tetapi jika pembakaran berjalan lambat maka gas terdinginkan dan akan terjadi pembakaran tidak sempurna (sebagian bahan bakar masih tersisa).
2.  Pada temperatur di atas 3000oF, CO2 dan H2O terdisosiasi dengan menyerap panas. Pada 3500oF, sekitar 10% CO2 dalam gas buang terdisosiasi menjadi CO dan O2 dengan mengabsorbsi panas 4345 Btu/lb CO yang terbentuk. Sekitar 3% H2 terdisosiasi menjadi H2 dan O2 dengan mengabsorbsi panas 61100 Btu/lb H2 yang terbentuk. Jika gas mendingin, CO dan H2 tersebut berekombinasi lagi dengan melepaskan energi disosiasinya, jadi panasnya tidak hilang. Akan tetapi efeknya adalah temperatur nyala aktual tetap lebih rendah.


Rumus pendekatan untuk menghitung Tad adalah :

        tc      =      {LHV + A a HHV Cpa (ta – 80)/106}
                            [1 - %abu + A a HHV/106] Cpg
                                    100
dimana :
LHV dan HHV         = Nilai kalor rendah dan tinggi, Btu/lb
A                              = kebutuhan udara teoritis persejuta Btu fired, lb 
a                               = faktor udara lebih
ta, tc                          = temperatur udara dan pembakaran, oF
Cpa dan Cpc                  = panas spesifik udara dan produk pembakaran, Btu/lboF

Tabel berikut dapat dijadikan sebagai pedoman bagi berbagai bahan bakar.

Data untuk mengestimasi tc berbagai bahan bakar
Bahan bakar
Abu
HHV
LHV
A
Fuel oil
Gas alam
Blast furnace gas
Gas refeneri dan minyak
Batubara bituminus
-
-
-
-
8
18500
18880
1150
22170
12990
18400
17100
1130
20330
12460
745
732
575
725
750
Sumber : Applied Heat Transfer, Ganapathy

Rumus empiris untuk menghitung Tad :

                                            3750
             Tad =   To    +      ------------                                                                          
                                        1 + 750/hf

dimana :
Tad = T adiabatik nyala api (oF)
To  = Temperatur udara sekitar (oF)
hf   = heat of combustion, (Btu/lb)


Grafik T adiabatik:





Tidak ada komentar:

Posting Komentar