PENYALAAN (Ignition)
Penyalaan
merupakan sebuah transisi dari keadaan tidak reaktif ke reaktif oleh karena
rangsangan/dorongan eksternal sehingga terjadi reaksi termokimia diikuti dengan
transisi yang cepat menopang pembakaran sendiri (Kenneth K. Kuo)
Proses
penyalaan biasanya sangat komplek dan melibatkan berbagai kerumitan tahapan
secara fisik maupun kimia. Penyalaan merupakan keadaan transien, yang biasanya
dipicu beberapa proses pemanasan transien.
Syarat kondisi agar terjadi penyalaan (pembakaran
yang baik) dikenal dengan rule of tumb Tiga
T :
- T-temperatur ® cukup tinggi sehingga dapat menyebabkan terjadinya reaksi kimia dan/atau pirolisis
- T-turbulensi ® harus cukup tinggi sehingga terjadi pencampuran yang baik bahan bakar dan pengoksidasi, dan panas dapat ditransfer dari media yang telah bereaksi ke media yang belum bereaksi
- T-Time ® waktu harus cukup agar input panas dapat terserap oleh reaktan sehingga berlangsung proses termokimia
Beberapa
parameter yang berpengaruh terhadap proses penyalaan adalah komposisi campuran,
tekanan, laju pemberian tekanan, lama pemanasan, total energi yang ada dalam
sistem, konsentrasi pengoksidasi, kecepatan aliran konveksi, intensitas dan
skala turbulensi, sifat termal dan transport dari material yang dipanaskan,
katalis, inhibitor dll. Disamping itu, penyalaan juga tergantung pada geometri
ruang dan bahan yang melingkupinya, dan kondisi operasi.
PEMICU PENYALAAN
Pemicu
eksternal agar terjadi proses penyalaan dapat diklasifikasikan dalam tiga kategori
:
1. Energi termal.
Transfer energi termal ke reaktan oleh konduksi,
konveksi, radiasi atau kombinasi dari ketiga macam proses tersebut.
2. Kimia.
Dengan memasukkan agen kimia reaktif.
3. Mekanik.
Tumbukan mekanik, friksi dan gelombang kejut.
PENYALAAN SPONTAN (spontaneous ignition)
Proses
penyalaan disamping disebabkan oleh sumber eksternal seperti spark, pilot flame, dan kawat panas, juga terdapat proses penyalaan yang
disebut sebagai penyalaan spontan (kadang-kadang disebut juga penyalaan
sendiri, autoignition, atau penyalaan
homogen) yang tidak lain disebabkan oleh panas dinding tabung.
Menurut
Spalding “Bila campuran reaktif dinaikkan sampai tekanan dan temperatur
tertentu, kemudian dibiarkan maka ia akan mulai menyala setelah waktu
tertentu”.
Indikator
terjadinya penyalaan adalah terjadi kenaikan temperatur yang cepat, emisi sinar
tampak (nyala), dan reaksi kimia yang cepat.
TEMPERATUR PENYALAAN SPONTAN
Jika
bahan bakar dan oksidan dipertahankan pada temperatur ambang, maka dapat
terjadi reaksi dengan laju yang sangat lambat, dan campuran tersebut dalam
keadaan meta stabil. Setelah temperatur dinaikkan, maka oksidasi lambat dimulai
dengan menghasilkan panas sehingga temperaturnya akan meningkat, sepanjang laju
panas yang dihasilkan lebih besar dari panas hilang. Jika temperatur campuran
dinaikkan lebih jauh maka laju reaksi naik secara tiba-tiba menghasilkan reaksi
pembakaran yang cepat.
Bahan bakar
|
Rumus Empiris
|
Zat Volatil (%)
|
Temperatur penyalaan
(oC)
|
Antrasit
|
CH0,4
|
3
|
600
|
Bituminous
|
CH0,8
|
35
|
500
|
Char Bituminous
|
CH0,3
|
2
|
550
|
Lignit
|
CH0,8
|
40
|
400
|
Minyak residu
|
CH1,7
|
95
|
325
|
Minyak distilasi
|
CH1,9
|
98
|
275
|
Hidrogen
|
H2
|
100
|
580
|
Carbon monoksida
|
CO
|
100
|
630
|
Metan
|
CH4
|
100
|
690
|
Temperatur
minimum dimana reaksi pembakaran cepat terjadi disebut temperatur penyalaan
spontan atau disingkat menjadi temperature panyalaan saja. Jadi faktor penting
yang mempengaruhi temperatur penyalaan spontan adalah keseimbangan antara panas
yang dihasilkan oleh pembakaran lebih besar dari panas yang hilang ke
lingkungan sehingga proses pembakaran akan terjadi dengan sendirinya.
Temperatur
penyalaan bahan bakar di udara sangat bervariasi. Beberapa faktor yang
berpengaruh adalah tekanan, kecepatan, keseragaman campuran bahan bakar dan
udara dll. Temperatur penyalaan biasanya meningkat apabila tekanan menurun, dan
kandungan lengas di udara meningkat.
NYALA DINGIN (COOL FLAME)
Nyala
dingin dapat terjadi pada tekanan dan temperatur tertentu (lihat gambar) dimana
pada kondisi tersebut pembakaran terjadi tidak sempurna dengan menghasilkan
produk antara seperti CO dan CH2O. Nyala dingin juga membutuhkan
periode induksi sebelum penyalaan dan karena nyala tersebut menghasilkan panas
yang lebih rendah dari nyala normal maka disebut nyala dingin.
TEMPERATUR ADIABATIK
Temperatur
adiabatik adalah temperatur teoritis maksimum yang dicapai oleh produk-produk
pembakaran bahan bakar tertentu dengan oksigen (atau udara), dengan asumsi
tidak ada panas hilang ke lingkungan dan tidak terjadi disosiasi. Panas
pembakaran bahan bakar merupakan faktor utama dalam temperatur nyala, tetapi
kenaikan temperatur udara dan temperatur bahan bakar juga menyebabkan kenaikan
temperatur nyala.
Temperatur
adiabatik terjadi pada udara lebih sama dengan nol (kondisi stokiometrik).
Udara lebih tidak terlibat (secara teoritis) dalam proses pembakaran, dan hanya
menyebabkan reduksi temperatur produk-produk pembakaran.
Temperatur
adiabatik ditentukan dari entalpi adiabatik gas buang :
Hg
= HHV – Panas laten air + Panas sensibel udara
Berat gas buang
Dimana
:
Hg = entalpi adiabatik, Btu/lb
Temperatur
adiabatik merupakan temperatur teoritis yang pada kenyataannya tidak akan
tercapai (selalu lebih rendah) oleh karena :
1. Pembakaran tidak terjadi
seketika. Sebagian panas menghilang ke lingkungan dimana pembakaran terjadi.
Pembakaran yang cepat akan mereduksi kehilangan panas. Akan tetapi jika
pembakaran berjalan lambat maka gas terdinginkan dan akan terjadi pembakaran
tidak sempurna (sebagian bahan bakar masih tersisa).
2. Pada temperatur di atas 3000oF,
CO2 dan H2O terdisosiasi dengan menyerap panas. Pada 3500oF,
sekitar 10% CO2 dalam gas buang terdisosiasi menjadi CO dan O2
dengan mengabsorbsi panas 4345 Btu/lb CO yang terbentuk. Sekitar 3%
H2 terdisosiasi menjadi H2 dan O2 dengan
mengabsorbsi panas 61100 Btu/lb H2 yang terbentuk. Jika gas
mendingin, CO dan H2 tersebut berekombinasi lagi dengan melepaskan
energi disosiasinya, jadi panasnya tidak hilang. Akan tetapi efeknya adalah
temperatur nyala aktual tetap lebih rendah.
Rumus pendekatan untuk
menghitung Tad adalah :
tc = {LHV + A a HHV Cpa (ta – 80)/106}
[1
- %abu + A a HHV/106] Cpg
100
dimana :
LHV dan HHV = Nilai kalor rendah dan tinggi, Btu/lb
A =
kebutuhan udara teoritis persejuta Btu fired, lb
a = faktor udara lebih
ta, tc = temperatur udara dan pembakaran, oF
Cpa
dan Cpc = panas spesifik udara dan produk
pembakaran, Btu/lboF
Tabel
berikut dapat dijadikan sebagai pedoman bagi berbagai bahan bakar.
Data untuk
mengestimasi tc berbagai bahan bakar
Bahan bakar
|
Abu
|
HHV
|
LHV
|
A
|
Fuel
oil
Gas
alam
Blast
furnace gas
Gas
refeneri dan minyak
Batubara
bituminus
|
-
-
-
-
8
|
18500
18880
1150
22170
12990
|
18400
17100
1130
20330
12460
|
745
732
575
725
750
|
Sumber
: Applied Heat Transfer, Ganapathy
Rumus empiris untuk
menghitung Tad :
3750
Tad = To +
------------
1 + 750/hf
dimana :
Tad
= T adiabatik nyala api (oF)
To = Temperatur udara sekitar (oF)
hf = heat of combustion, (Btu/lb)
Grafik
T adiabatik:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar